Selasa, 22 November 2011

Manusia, Puisi, dan Kesadaran Lingkungan






 Orang Jawa memang terkenal suka merantau.Banyak hal yang melatarbelakangi mengapa orang hidup merantau, tapi secara umumdisebabkan karena alasan-alasan sosial dan ekonomi. Ada yang merantau demipendidikan yang lebih baik karena tidak ada sekolah/universitas yangrepresentatif di daerah asal, ada yang merantau karena suatu pekerjaan yanglebih baik, yang pada umumnya tersedia di kota-kota besar. Ada juga yangmerantau karena tuntutan pekerjaan yang mengharuskan nya. Misalnya pegawainegeri atau tugas negara, ada juga yang merantau karena semata-mata inginmencari pengalaman. Contohnya, saya mempunyai teman yang bisa dibilang secaraekonomi dan tingkatan pendidikan yang bagus tapi memilih hidup merantau karenaingin menumbuhkan sifat kemandirian dan rasa tanggungjawab.
Banyakfaktor yang menyebabkan itu, seperti sempitnya lapangan pekerjaan di Jawa yangdisertai dengan pertumbuhan penduduk yang sangat pesat, ada juga faktorkebosanan pada pekerjaan di desa tidak ada variasinya selain berkebun ataubertani. Selain faktor tersebut di atas, ada pula faktor pandangan hidup bahwakalau mau sukses itu kerja di kota.
Faktor yang terakhirtadi merupakan faktor yang membuat semakin padatnya kota-kota besar khususnyadi Jawa, contohnya Jakarta, pandangan hidup bahwa sukses itu kerja di kotatelah membuat Jakarta menjadi kota yang sangat padat. Setiap tahunnya wargadari pedesaan di Jawa datang berjubel-jubel menuju Jakarta untuk mencarikesuksesan.
Jenuh dengan situasiJakarta yang semakin padat, beberapa masyarakat Jawa mengalihkan tujuanperantauan mereka ke Bali. Bali merupakan sebuah daerah wisata terkenal didunia. Setiap tahunnya bali didatangi ribuan pelancong baik dari dalam maupunluar negeri. Hal itulah yang dimanfaatkan masyarakat suku Jawa untuk merantauke Bali. Masayarakat Jawa di Bali menggantungkan pendapatannya melaluipariwisata tersebut, seperti menjadi pedagang di tempat-tempat wisata, cateringdan juga pegawai dalam perhotelan.
Masyarakat Bali merupakanmasyarakat yang ramah bagi para perantau dari Jawa. Hal itu terjadi karenamasyarakat Bali menganggap bahwa orang-orang Jawa merupakan leluhur mereka. Sepertiyang dituturkan oleh Yusuf seorang mahasiswa perhotelan di salah satu universitasswasta di Bandung yang sedang menjalani PKL di Bali. Yusuf yang merupakanseorang Jawa yang sedang merantau di Bali ini mengatakan bahwa orang Balimenghormati orang Jawa karena sejarahnya, “Sebelum datang kesini, saya seringmendengar kalau orang Bali sangat menghormati orang Jawa, ternyata itu benar,”ujar Yusuf. Yusuf yang asli Tegal Jawa Tengah ini lalu menceritakan kenapa halitu bisa terjadi, “Itu karena Jawa mempunyai kerajaan Majapahit yang dahulutelah menyebarkan agama Hindhu di Bali,” tambah Yusuf. Agama Hindhu memangmerupakan agama yang dianut mayoritas warga Bali.
Yusuf yang saat ditemuisedang berlibur di pantai Kuta dalam sela-sela PKL nya lalu menceritakankembali bahwa meskipun kerajaan Majapahit sekarang sudah tidak ada, beberapamasyarakat Bali bahkan ada yang menganggap masyarakat Bali perlu berziarah kepulau Jawa khususnya daerah Blitar, Prambanan, dll. Jika dilihat dari sisi seniataupun aksaranya, anggapan bahwa orang Jawa merupakan leluhur masyarakat Balimemang ada kemiripannya,seperti contoh kemiripan antara tari Barong dari Balidengan cerita Ramayana dari Jawa ataupun dari segi aksara, yaitu aksara Balisangat mirip dengan aksara Jawa hanya beda jumlahnya, aksara jawa punya 20aksara sementara aksara Bali minus 2 yaitu dha dan tha sehingga jumlahnya hanya 18 aksara.
Rasa kekerabatan itutelah membuat para perantau asal Jawa di Bali hidup nyaman membaur denganmasyarakat asli Bali. Hal seperti ini dialami oleh Pak Agus yang berasal dariJawa Timur, “Saya sudah jual bakso di Bali ini kurang lebih 3 tahunan,” tuturPak Agus dengan aksen medhok khas Jawa Timurannya. Pak Agus terpaksa merantauke Bali karena lapangan pekerjaan di Jawa sudah terlalu penuh. Beliaumenambahkan bahwa awalnya jualan bakso di Bali agak sepi, namun dengan semangatpantang menyerah peenjualan baksonya semakin hari semakin lumayan, “Awalnyajualan bakso di sini sepi, setelah berkeliling dari jalan satu ke jalan yanglain, Alhamdulillah hasilnya lumayan,” tuturnya.
Yang menjadi andalanbakso Pak Agus adalah ke halalannya, “ Ya, yang saya jual bakso halal,alhumdulillah jadi saya kelilingnya di daerah perkampungan muslim kaya disiniini jadi lumayan laris,” tambah Pak Agus yang saat itu sedang berjualan didekat Masjid di sekitar Universitas Udayana Fakultas Sastra yang kebetulanlingkungannya adalah lingkungan muslim.
Strategi Pak Agusdengan berjualan makanan halal juga dilakukan oleh Pasangan suami istriWidodo-Sukini. Mereka merupakan warga perantau dari Jawa asli dari Wonogiri,Jawa Tengah. Bahkan  mereka merantausudah sejak tahun 1975.  Sama halnya PakAgus,  pasutri ini juga menjadiwiraswasta dan membuka usaha menjadi pedagang bakso, warung bakso mereka diberinama sesuai nama sang suami yaitu “Bakso Widodo”.
Saat ditanya mengenaikenapa pilihannya merantau di Bali, pak Widodo menjawab karena dahulu saatpertama kali beliau akan merantau, daerah Bali belumlah ramai penjual makananseperti sekarang, seiring berjalannya waktu, Bali menjadi tempat yang sangatterkenal dan ramai, omset penjualan bakso pak Widodo pun ikut meningkat.
Perantau Jawa di Balitidak hanya berjualan makanan, contohnya adalah Pak Akhmad. Pak Akhmadmerupakan PNS di sebuah sekolah negeri di Bali. Lelaki yang menemukan jodohnyadi perantauan ini menceritakan bahwa perantau asal Jawa di Bali kebanyakanmerupakan pedagang, “Meskipun saya disini PNS, tapi teman-teman sayaseperantauan disini dari Jawa kebanyakan pedagang,” terang Pak Akhmad. PakAkhmad lalu melanjutkan ceritanya tentang perantau asal Jawa di Bali. PakAkhmad menceritakan tentang kehidupan seorang temannya yang sangat menarik,“Saya punya teman sesama dari Jawa bernama Sarfitri dan Bejo. Keduanya adalahpasangan suami istri yang berasal dari Dusun Ngasinan Wetan, Wonoharjo,Wonogiri, Jateng. Tiga tahun sudah mereka menikah dan belum dikaruniai seoranganakpun. Kemudian keduanya memutuskan untuk merantau ke Pulau Dewata. Di Bali,mereka bertempat tinggal di Denpasar, dan bekerja sebagai pedagang bakso ayamdan mie ayam.” Pak Akhmad menambahkan bahwa cerita menariknya yaitu   adapada cerita mereka yang belum dikaruniai anak, lalu sang istri diberitahu olehpemuka agama Hindu di daerah tempat tinggal mereka, agar pergi ke mata airSidadadi untuk berdoa supaya dikaruniai putra. Sebenarnya Sarfitri dan Bejoadalah penganut agama Islam yang taat, tetapi karena inginnya mereka mempunyaiketurunan, akhirnya mereka menuruti anjuran tersebut. Sebenarnya selainkeinginan tersebut, mereka juga sudah berbaur dengan masyarakat Hindu yangkental dengan budayanya yang sakral, sehingga hal seperti itupun dianggapnyasuci, karena masyarakat Jawa juga terdapat paham seperti itu. Akhirnya beberapabulan setelah mereka ke mata air Sidadadi dan beribadah meminta berkah dariAllah SWT Sarfitri hamil dan kedua pasangan tersebut dikaruniai seorang anak.
Ada yang pegawainegeri, ada juga yang merantau karena jadi pegawai PT. Beliau adalah Bapak ArifMakmum yang asli dari Sleman, Yogyakarta. Pak Arif bekerja di PT. PLN, “Sudahkurang lebih 1 tahun saya tugas disini, sebelumnya saya tugas di Sleman, laludipindah kesini,” tutur pak Arif Makmum.
Tidak semua perantaudari Jawa di Bali bertujuan untuk mencari penghidupan. Febi salah satunya. Febimerupakan salah satu mahasiswa Universitas Udayana, Bali yang berasal dariJawa. Tentang pilihannya kenapa berkuliah di Bali, Febi menjawab kalau awalnyamerupakan iseng saja, “Aku sih awalnya iseng aja ndaftar kuliah disini, tapisekarang aku udah sadar kalau kuliahku ini bukan mainan,” tegas mahasiswajurusan Teknologi Industri Pertanian ini.
Perantau Jawa di Bali mungkintidak sebanyak Jakarta namun hampir ada di segala sektor, dari mulai pedagang,PNS, pegawai PT, sampai mahasiswa yang sedang menempuh studi. Kendala utamayang dirasakan para perantau Jawa di Bali adalah saat rasa rindu kepadakeluarga di rumah melanda, “Saya sering kangen orang rumah, kalau memang tidakbisa pulang, biasanya saya menyempatkan diri untuk berlibur untuk sekedarrefresing menikmati panorama Bali,” cerita Pak Arif Makmum. Senada dengan PakArif, Yusuf juga selalu menyempatkan sedikit waktu untuk berlibur jika rasarindu rumah melanda, “Kalau sedang rindu rumah ya seperti sekarang ini,refresing ke pantai sama teman-teman,” terang Yusuf yang saat itu sedangberlibur di pantai Kuta bersama teman-temannya.
Dari cerita paraperantau Jawa di Bali, sepertinya Bali cocok sebagai kota tujuan para perantaudari Jawa selain Jakarta. Selain iklim masyarakat di Bali yang bersahabat, diBali juga belum sepadat Jakarta yang merupakan kota metropolitan yang menjadipusat dari segala kegiatan di negeri ini, tapi akan lebih baik mungkin kalautidak merantau, yaitu dengan tetap mengembangkan potensi daerah masing-masing.
Oleh:
1.      RitaBudi P.
2.      MelisaYulianggara
3.      ViandikaIndah S.
4.      EndahPramita S.
5.      AndriKrisma D.
6.      AkhmadFatkhul Amin
7.      Priyana
8.      DewiP.S.
9.      YunitaAnggun T.W.
10.  LisaDewi N.A.
11.  YeniarRahmah
12.  AnnasNurul F.
13.  FajarIstiqomah
14.  LupitaA.
15.  EndahYulistyaningsih
16.  Hermanto
17.  ChoryA.
18.  EkoKurnia B.G.
TUGASJURNALISTIK JAWA
PARA PERANTAU JAWA DI BALI
Dosen   : Dr.Mulyana, M.Hum






Oleh:
Nama                    : KELOMPOK 1
Kelas                    : A






PENDIDIKAN BAHASA DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011