Jumat, 31 Desember 2010

Uji Kompetensi Mata Kuliah Kajian Kurikulum

UJIAN KOMPETENSI


Mata Kuliah : Kurikulum dan Pengembangan Materi Ajar
Prodi : S-2 Pendidikan Bahasa Indonesia
Minat Utama : Pendidikan Bahasa Jawa
Semester : 1
Penguji : Prof. Dr. H. Sarwiji Suwandi, M. Pd.

1. Model-model pengembangan kurikulum
Kurikulum merupakan wahana belajar mengajar yang dinamis sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus menerus dan perkelanjutan sesuai dengan dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat (Saiful Sagala, 2007). Pengembangan kurikulum adalah suatu proses pembuatan kurikulum akan dijalankan. Hal ini sebagaimana ditulis oleh Oliva (dalam Wiwik Haryani, 1992:160) bahwa pengembangan kurikulum dapat dilihat sebagai proses membuat keputusan program dan memperbaiki produk keputusan tersebut yang didasarkan pada kontinuitas evaluasi. Substansi pengembangan kurikulum ialah adanya kontinuitas evaluasi.
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan mana yang digunakan. Menurut Max Darsono (2000: 147) model adalah bentuk yang sederhana dari suatu teori. Menurutnya, model pengembangan kurikulum diantaranya adalah Model Rogers, Model Zais, Model Grass Roots, Model Beuchamp, Model Hilda Taba/Model Terbalik dan Model Action Research. Senada dengan Max Darsono, Sugiarto (2010) dalam http://www.soegiartho.cybermq.com/post/detail/9925/model-model-pengembangan-kurikulum dan Imam Muslim (2008) dalam http://iimranin.blogspot.com/2008/01/model-model-pengembangan-kurikulum.html menyatakan ada 8 model pengembangan kurikulum. Mereka menambahkan dua model lagi dari pendapat Max Darsono. Kedelapan model tersebut adalah:
a. the administrative model
b. the grassroot model,
c. beauchamps system,
d. the demonstration model,
e. tabas inverted model,
f. rogers ’s interpersonal model.
g. the systematic action-research model. Dan
h. emerging technical models.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas pada prinsip mengarah pada satu pendapat yang sama bahwa model-model pengembangan kurikulum terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Model Administratif (Top-Down)
Kurikulum dikembangkan dari pusat. Gagasan pengembangan kurikulum datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Pemerintah membentuk tim khusus pengembang kurikulum yang tyerdiri dari para pengambil kebijakan dan pakar pendidikan untuk merumuskan, mengevaluasi dan menetapkan kurikulum yang baik. Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan dan dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut. Karena datangnya dari atas, maka model ini disebut juga model Top – Down. Dalam pelaksanaannya, diperlukan monitoring, pengawasan dan bimbingan. Setelah berjalan beberapa saat perlu dilakukan evaluasi.
b. Model Grass Roots
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
c. Model Beuchamp
Beauchamp mengemukakan lima langkah di dalam pengembangan suatu kurikulum, yaitu : (1) Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup kurikulum (2) Menetapkan personalia yang akan turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. (3) Organisasi dan prosedur pengembangan yaitu berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi dan dalam menentukan desain kurikulum. (4) Implementasi kurikulum merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum (5) Evaluasi kurikulum.
d. Model Terbalik Hilda Taba
Model ini diawali dengan percobaan, kemudian baru penyusunan dan kemudian penerapan. Hal ini dimaksudkan untuk menemukan antara teori dan praktik. Pengembangan model ini dilakukan dengan lima tahap, yaitu :
(1) Menyusun unit-unit kurikulum yang ada dan diujicobakan oleh staf pengajar. (2) Mengujicobakan untuk mengetahui kesahihan dan kelayakan kegiatan belajar mengajar. (3) Menganalisis dan merevisi hasil ujicoba, serta mengkonsolidasikannya. (4) Menyususn kerangka teroritis.
(5) Menyususn kurikulum yang dikembangkan secara menyeluruh dan mengumumkannya.
e. Model Rogers
Model pengembangan Rogers meliputi :
(1) Model I : meorientasikan padakegiatan pemberian informasi dan evaluasi. (2) Model II (penyempurnaan) dengan menambahkan metode dan organisasi bahan pelajaran. (3) Model III (penyempurnaan) dengan menambahkan pokok unsure teknologi dalam pembelajaran. (4) Model IV (penyempurnaan) dengan mencakupkan konsep tujuan dalam pengembangan kurikulum.
f. The Systematic Action Research Model
Ada dua langkah utama dalam model penelitian tindakan secara sistematis ini, yaitu: (1) Mengadakan kajian secara seksama tentang masalah-masalah kurikulum, (2) Implementasi dari keputusan yang diambil dalam tindakan pertama.
g. Emerging Technical Model
Model ini dipengaruhi oleh perkembangan dalam bidang teknologi dan efektivitas dan efisiensi dalam dunia bisnis.

2. Prinsip-prinsip pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Berdasarkan BSNP (2006: 3-4) KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki sejumlah kompetensiyang harus dikembangkan. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
b. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antar substansi.

c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
f. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
3. Konsep Modul dan Buku
Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkansesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Senada dedngan hal tersebut, Handayani Nuriah (2008 : 1) menyatakan bahwa modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru. Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karakteristik sebagai berikut.
a. setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana melakukan, dan sumber belajar apa yang harus digunakan.
b. modul merupakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik. Dalam setiap modul harus : (1) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur.
c. pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan mendengar tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran (role playing), simulasi dan berdiskusi.
d. materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik dapat menngetahui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul, serta tidak menimbulkan pertanyaaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari.
e. setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar.
Pada umumnya pembelajaran dengan sistem modul akan melibatkan beberapa komponen, diantaranya : (1) lembar kegiatan peserta didik; (2) lembar kerja; (3) kunci lembar kerja; (4) lembar soal; (5) lembar jawaban dan (6) kunci jawaban.
Komponen-komponen tersebut dikemas dalam format modul, sebagai berikut.
a. pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.
b. tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai peserta didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan terminal dan tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan.
c. tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui kemampuan awalnya, untuk menentukan darimana ia harus memulai belajar, dan apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul.
d. pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang tujuan belajar yang dicapainya.
e. sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan digunakan oleh peserta didik.
f. tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan pada tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul.
Buku adalah kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu pada salah satu ujungnya dan berisi suatu tulisan atau gambar. Setiap sisi dari sebuah lembaran kertas pada buku disebut sebuah halaman. Seiring dengan perkembangan dalam bidang dunia informatika, kini dikenal pula istilah e-book atau buku-e (buku elektronik), yang mengandalkan komputer dan Internet (jika aksesnya daring).
Buku pelajaran, adalah bahan atau materi pelajaran yang dituangkan secara tertulis dalam bentuk buku yang digunakan sebagai bahan pegangan belajar dan mengajar baik sebagai pegangan pokok maupun pelengkap.Pembelajaran dengan sistem buku memiliki karakteristik sebagai berikut Chedo Wardoyo (2010: 1).
a. setiap buku dirancang untuk dipasarkan secara luas dan lebih transparan.
b. buku tidak wajib atau harus memberikan latihan atau tugas dalam penerapannya.
c. tidak ada rangkuman secara jelas tentang kemungkinan ketidakpahaman pembaca.
d. gaya penulisan naratif tetapi tidak komunikatif dan isi yang disajikan sangat padat.
e. tidak memiliki mekanisme untuk mengumpulkan umpan balik dari pembaca
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan perbedaan dan persamaan antara modul dengan buku sebagai berikut.
Tabel 1. Persamaan dan Perbedaan Modul dengan Buku
No. Persamaan Perbedaan
Modul Buku
1 Dapat digunakan secara mandiri Lebih menekankan kebutuhan siswa untuk belajar (tidak menuntut minat pembaca) Mengasumsikan minat pembaca
2 Disusun secara sistematis Ditulis untuk pelatihan bagi siswa Ditulis untuk pembaca
3 Disusun untuk tujuan menambah pengetahuan dan wawasan pembaca Umumnya hanya dirancang untuk digunakan pada kalangan terbatas (siswa pada daerah tertentu) Dirancang untuk dipasarkan secara luas
4 Sarana untuk membelajarkan siswa Tujuan instruksional dirumuskan secara jelas dan terukur Belum tentu menjelaskan tujuan instruksional




5 Dapat digunakan sebagai sumber belajar Disusun secara sistematis berdasarkan tingkat kesulitan yang harus dikuasai siswa Disusun secara linear
6 Menumbuhkan minat baca Struktur dikemas dalam unit-unit kecil dan tuntas dengan contoh maupun ilustrasi Struktur berdasarkan logika bidang ilmu
7 Merupakan sumber informasi yang disusun berdasarkan struktur dan urutan tertentu Memberikan konsep dan latihan Belum tentu memberikan latihan
8 Mengantisipasi segala kesulitan yang dihadapi siswa Tidak mengantisipasi kesulitan pembaca
9 Memberikan rangkuman atas materi yang disajikan Belum tentu memberikan rangkuman
10 Bahasa lugas dan komunikatif Gaya penulisan naratif tetapi kadang tidak komunikatif
11 Relatif sederhana dan singkat Sangat padat
12 Bersahabat dengan pembaca/siswa. Terdapat mekanisme umpan balik bagi siswa Tidak memiliki mekanisme untuk umpan balik pembaca

4. Latar belakang pentingnya guru mengembangkan materi ajar
Keberadaan materi ajar sekurang-kurangnya menempati tiga posisi penting (Zulkarnaini,2009 dalam http://zulkarnainidiran.wordpress.com/2009/06/28/131/). Ketiga posisi itu adalah sebagai representasi sajian guru, sebagai sarana pencapaian standar kompetensi, kompetensi dasar, standar kompetensi lulusan, dan sebagai pengoptimalan pelayanan terhadap peserta didik.
Posisi pertama adalah sebagai representasi (wakil) dari penjelasan guru di depan kelas. Keterangan-keterangan guru, uraian-uraian yang harus disampaikan guru, dan informasi yang harus disajikan guru dihimpun di dalam materi ajar. Dengan demikian, guru akan dapat mengurangi kegiatannya menjelaskan pelajaran. Di kelas, guru akan memiliki banyak waktu untuk membimbing siswa dalam belajar atau membelajarkan siswa.
Pada sisi lain, materi ajar berkedudukan sebagai alat atau sarana untuk mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Oleh karena itu, penyusunan materi ajar hendaklah berpedoman kepada standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), dan standar komepetnsi lulusan (SKL). Bahan ajar yang disusun bukan mempedomani SK, KD, dan SKL tentulah tidak akan memberikan banyak manfaat kepada peserta didik.
Materi ajar juga merupakan wujud pelayanan satuan pendidikan terhadap peserta didik. Pelayanan individual dapat terjadi dengan materi ajar. Peserta didik berhadapan dengan bahan yang terdokumentasi. Ia berurusan dengan informasi yang konsisten (taat asas). Peserta yang cepat belajar, akan dapat mengoptimalkan kemampuannya dengan mempelajari bahan ajar. Peserta didik yang lambat belajar, akan dapat mempelajari materi ajarnya berulang-ulang. Dengan demikian, optimalisasi pelayanan belajar terhadap peserta didik dapat terjadi dengan bahan ajar.
Selain itu masih banyak materi ajar yang belum dikembangkan secara optimal. Padahal, sebagai pendidik diwajibkan untuk merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai, dan melakukan bimbingan dan pelatihan sebagaimana amanat UU No. 20 tahun 2003.

5. Langkah-langkah mendesain pelajaran bahasa
Hutchinson dan Waters (1987 : 74) menyatakan delapan langkah dalam mendesain pembelajaran bahasa. Langkah-langkah tersebut meluiputi:
a. Mendefinisikan konteks (defining the context)
b. Memberiakn keyakinan terhadap konsep (articulating beliefs)
c. Melakukan penilaian/analisis kebutuhan (assessing needs)
d. Merumuskan tujuan (formulating goals and objectives)
e. Mendesain silabus (designing syllabusses)
f. Mengembangkan materi ajar (developing materials)
g. Menetukan metode pembelajaran (determining methodology)
h. Mendesain rancangan evaluasi (designing an assessment plan)
6. Ciri-ciri buku pelajaran yang baik
a. Isi/materi sesuai dengan kurikulum yang ada
b. Materi relevan dengan tujuan pendidikan
c. Kebenaran materi sesuai dengan bidang ilmu yang dikaji
d. Kesesuain materi dengan tingkat perkembangan kognitif siswa
e. Materi mengandung unsur edukatif dan menumbuhkan motivasi belajar
f. Terdapat pencantuman tujuan pembelajaran dan kompetensi yang hendak dicapai
g. Mudah untuk dipahami siswa
h. Mengundang berpikir kritis, kreatif dan perhatian siswa
i. Terdapat penahapan pembelajaran (disesuaikan dengan tingkat kesukaran materi)
j. Terdapat hubungan yang berkesinambungan antarbahan
k. Penggunaan bahasa yang baik, sederhana, komunikatif dan mudah dipahami
7. Hubungan materi pelajaran dengan pembelajaran yang efektif
Hutchinson (1987: 107) mengemukakan bahwa prinsip aktual dalam menuliskan materi, agar materi yang diajarkan sesuai dan pembelajaran menjadi efektif adalah
a. materi menyediakan rangsangan untuk pembelajaran,
b. materi membantu untuk mengorganisasi proses mengajar dan pembelajaran,
c. materi menggabungkan sebuah tampilan bahasa yang alami dalam pembelajaran,
d. materi menghasilkan pembelajaran yang alami,
e. materi mempunyai fungsi yang sangat berguna dan
f. materi mengandung model yang baik dan memiliki kegunaan dalam penerapan berbahasa.
Dengan demikian proses pembelajaran yang dilakukan dengan mencakup beberapa aspek di atas akan lebih terimplikasikan dalam proses alamiah berbahasa, jadi proses belajar akan lebih efektif dan berkualitas.

Kamis, 30 Desember 2010

Doa dan Harapan Akhir Tahun