Rabu, 28 Juli 2010

Teladan Ibu R. Soepandji

FEATURES
Senin, 22 Desember 2008 , 16:27:00
Ny Roesmiati Soepandji, Ibu Hebat yang Punya Anak-Anak Sukses

Foto : Rildwan/JAWA POS

Ini adalah cerita Ny Roesmiati, seorang ibu yang punya anak-anak sukses. Ada yang menjadi Jaksa Agung, Dirjen di Departemen Pertahanan dan petinggi TNI AD. Di hari Ibu ini, Ny Roesmiati berbagi pengalaman.

Laporan Ridlwan, Magelang




SALAH satu ibu hebat itu
Saudaraku, marilah kita berkontemplasi sejenak... setidaknya untuk merenungi arti dari sebuah kehidupan. kita hidup ini untuk apa?? untuk siapa?? lalu bagaimana??? dan mengapa??.
sesungguhnyalah apabila kita merenungi itu semua maka kita akan merasa tenteram, bahagia dan jauh dari segala kepenatan hidup.

Sadar atau tidak sadar kita terjerembab pada pola hidup yang oportunis, hidup dengan penuh cita-cita atau idelaisme atau mungkin lebih tepatnya ngangsa (bhs. Jawa).. lihatlah diri kita.. kita pasti selalu berharap keberuntungan yang kita peroleh.. bukankah itu sebuah keinginan kita??? nah sadarlah hal itu berarti akan membuat kita sellau dipacu utuk mendapatkan segala sesuatu yang kita inginkan. memang penting sebagai sebuah asa, tapi secara lebih mendasar hidup kita akan menjadi panas dan selalu ketagihan dan kecanduan sebagimana candu yag merasuk ke tubuh..

kembalilah kepada Allah Subkhanahu wa Ta`ala... hidup hanyalah alat untuk meraih hidup. hidup yang lebih kekal tentunya.. apalah artinya kita mempunyai anak yang sukses, gaji berlebih, pangkat dan jabatan yang tinggi tanpa adanya kesejukan rida Allah.

ada satu formula yang ditawarkan oleh Rasul kita yang sejenak saya hayati sehingga saja rumuskan kembali dengan DUIT (Doa, Usaha/Ikhtiar dan Tawakal) berbekal inilah niscaya hidup kita akan lebih bermakna dan tidak lagi mengejar dunia.. hiduplah dengan sakmadyo (bhs. Jawa). sederhana apa adanya. sakmadyo berarti sejauh usaha kita dan sekuat tenaga kita dalam berikhtiar. sebelum kita mengawali aktivitas kita selalu awali dengan DOA.INGAT!!! doa jangan seklai-kali mendikte Allah.. berdoalah dengan kalimat "Ya Allah berilah hambamu ini yang terbaik"..insyallah akan lebih baik karena tidak selamanya apa yang kita inginkan sellau baik menurut "Beliau".

doa tanpa diiringi dengan usaha apalah artinya?? ibarat tubuh tanpa tulang.. tudak mungkin rezeki datang begitu saja tanpa dilantari dengan bekerja. begitu pula dengan keinginan kita... dan pada bagian terakhir ingatlah bahwa kita wajib Tawakal (berserah diri) kepada Allah setelah sekian usaha kita.. sehebat kita, sekuat kita niscaya kita tak akan mampu mengubah/melawan Qodarullah.. apa yang terjadi pada diri kita itulah yang terbaik untuk kita... tidak semua orang mau dan mampu mnegaukui ini.. lalu apakah kita termasuk orang-orang yang tidak tahu diri dengan merasa bersedih hati jika apa yang kita harapkan belum terwujud???? bersedih wajar tapi ingatlah kembali bahwa inilah yang terbaik untuk kita saat ini dan yakinlah bahwa Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik lagi....

nuwun... matur nuwun

Kamis, 15 Juli 2010

Bagian dari “Nguri-uri” Budaya Jawa

Nguri-uri budoyo atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi “melestarikan budaya Jawa” tentu mutlak dilakukan.

Sebagian orang beranggapan bahwa budaya kuno identik dengan masa lalu yang tidak bagus atau tidak bermutu sehingga patut ditinggalkan.

Pandangan seperti itu tentu tidak dapat dibenarkan. Sebab banyak hal positif yang bisa didapat dari budaya kuno.

Keberadaan Kampoeng Djowo Sekatul yang terletak di Desa Margosari, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, merupakan salah satu upaya untuk nguri-uri (melestarikan) kebudayaan Jawa yang adiluhung.

Adalah pemilik sekaligus penggagas berdirinya Kampoeng Djowo Sekatul, KPH Herry Djojonegoro, yang tetap berkomitmen untuk melestarikan budaya Jawa dengan memanfaatkannya. Untuk membangun kawasan wisata itu, Herry mendatangkan bangunan-bangunan joglo dari sejumlah daerah di Jawa Tengah. Konon, bangunan-bangunan itu sangat lekat dengan kesejarahan.

Joglo Lanang, bangunan yang didirikan pada 1999, misalnya, merupakan eks pendopo Kadipaten Mbagan di Lasem, Kabupaten Rembang, dan direnovasi menjadi Ndalem Bagan. Bangunan itu menjadi koleksi pertama di Kampoeng Djowo Sekatul.

Pada 2000, Joglo Lanang kemudian dilengkapi dengan rumah Wadon. Rumah ini dipercaya sebagai bekas rumah Mpu Baradha yang amat terkenal pada abad X dan diambil dari perbatasan Blora dan Ngawi, tepatnya di Desa Tlogo Tuwung, Dukuh Nogososro, yang dinamakan Ndalem Baradha.

Selanjutnya, pada 2003, di Desa Tuban, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, ditemukan joglo lain yang dinamakan Ndalem Bonokeling.

Untuk melengkapi dan menambah joglo yang ada di kawasan itu, pada 2005, didirikan Joglo Pandang atau Sasono Hondrowino yang dibawa dari Kabupaten Pati.

”Kampoeng Djowo Sekatul tidak hanya menyuguhkan joglo klasik yang masih terpelihara keasliannya, namun juga menjadi bukti kesetiaan pemilik KPH Herry Djojonegoro pada sejarah,” Kata Elly Rusmilawati, Humas Kampoeng Djowo Sekatul.

Suasana yang sangat kental dengan budaya Jawa membuat Kampoeng Djowo Sekatul menjadi tempat yang tepat untuk olah roso, nglaras, dan roso menep, sarana penyatuan diri untuk lebih dekat dengan alam yang memberikan simbol membuka nurani dan menemukan jati diri menuju jalan selamat.

Kampoeng Djowo Sekatul memang diciptakan untuk erat dengan filosofi Jawa, yaitu mampu membangkitkan ide-ide cemerlang dan bermanfaat, ditemani hamparan sawah yang permai, kehidupan desa dan petani yang sederhana dan bersahaja, juga gemercik air dan anggunnya aliran sungai serta udara yang sejuk dan pepohonan hijau. Sangat dekat dengan kehidupan alam yang penuh harmoni.
(SM/L-4)(www.koran-jakarta.com)

Minggu, 11 Juli 2010

Gegaraning Wong Akrami (Pegangan Hidup Berumah Tangga)