Kamis, 21 April 2011

Apresiasi Seni : Tari Endel Tegal

Berikut merupakan apresiasi seni dari tari endel yang merupakan tarian khas Tegal Jawa Tengah. Tari ini bercirikan selalu memakai topeng. Silakan langsung download saja : Apresiasi Seni Tari Endel.pdf

Selasa, 19 April 2011

Ngengrengan Kegiyatan Seminar Tesis

Ingkang Kinurmatan Bapak/Ibu Mahasiswa PBSJ Pascasarjana UNS

Menika kaaturaken bab-bab ingkang wigatos ingkang magepokan kaliyan mata kuliah Seminar Tesis. Prelu kulo aturaken bilih seminar Tesis kedah kita rembag sesarengan kanthi sae, ing pangajab sedaya saged manunggal ing damel saha lancar samudayanipun. Bab-bab ing ngandhap menika prelu dipunrembag ing pepanggihan Senin ngajeng supados sedaya saged sami sarujuk.

1. Mahasiswa ingkang kadawuhan ngaturaken seminar proposalipun dipunatur kanthi urutan ingkang sampun kulo bage. Dene ingkang dereng siap saged lintu dhumateng sedherek sanesipun ingkang kersa lelintonan. Babagan menika asipat fleksibel kemawon, ingkang baken kedah lapur menawi lintu utawi dereng saged.

2. Supados saged gampil anggenipun caos panyaruwe saha pamanggih dhateng proposal mahasiswa ing seminar, proposal kedah dipun kempalaken seminggu sakderengipun majeng seminar. Ancasipun saged dipun copy dening kanca panitia kecil (panitia menika ingkang ngurus sedaya kebetahan seminar) saha saged kabage dhateng kanca sanesipun. Kanthi menika kaajab proposal saged dipun waos para kanca saengga saged dados proposal ingkang sae saksampunipun dipunparingi panyaruwe.

3. Panitia kecil ingkang kasebat ing nomer 2, kadhapuk kanthi pirembagan Senin ngajeng.

4. Arta gentos fotokopi dipun sanggi piyambak-piyambak. Mahasiswa kedah maringi arta paling sekedhik Rp20.000,00 dhateng panitia kangge gentos fotokopi, menawi tirah badhe kawangsulaken dene menawi kirang kedah nambah sanes wekdal.

5. Supados gampil, sayuk saha kompak, pasugatan seminar dipunsanggi sesarengan. Panitia kecil ingkang badhe ngatur babagan menika. Dene pilihan menu dhaharan kaaturaken ngengrengan makaten:

a. Menawi sedaya (kagem dhosen menapa kangge mahasiswa) awujud kudapan, saben mahasiswa urun Rp. 65.000,00
b. Menawi mahasiswa tedhan, dhosen dhaharan saha kudapan, saben mahasiswa urun Rp120.000,00
c. Menawi mahasiswa namung kudapan, dhosen dhaharan saha kudapan, saben mahasiswa urun Rp87.000,00
d. Menawi sedaya (dhosen kaliyan mahasiswa) dhaharan ageng, saben mahasiswa urun Rp87.000,00
e. Menawi sedaya (dhosen kaliyan mahasiswa) dhaharan saha kudapan, saben mahasiswa urun Rp152.000,00

Sumangga samangkih karembag, Panjenengan kantun milih menu ingkang pundi. Sedaya menika kaetang kanthi kasar (dhahar ageng dipun aosi Rp8.000,00 menawi kudapan Rp6.000,00). Kaetang kanthi gunggung sedaya peserta seminar 31 tiyang (mahasiswa+dhosen) lajeng 8 dinten seminaripun (saben pepanggihan 3 mahasiswa). Petangan menika fleksibel saged karembag malih.

Makaten ngengrengan kegiyatan seminar tesis ingkang karembag sawetawis kanca mahasiswa. Kulo nembe nyuwun pamanggih sawetawis sedherek, saengga sedaya kala wau kantun nengga palilah sedherek sedaya. Kulo suwun Senin ngajeng saged paring pamanggih saha panyaruwe. Dene daftar urutan kulo acak ing ngandhap menika. Nuwun.

I. Arief Rahmawan, Totok Yasmiran, Djoko Sulaksono
II. Alfiah, Fajar Fitri, Sapto Sunarso
III. Aris H., Gunadi (B), Nita Rohmayani
IV. Siti Rochani, Trias Kamanindhita, Gunadi (A)
V. Danar Setiawan, Christina H., Anis Taflihiyah
VI. Krisna P., Septi Indriyani, Ageng Nugraheni
VII. Wahyu Tri W., Mustofa Mahendra, Kurniasih Fajarwati,
VIII. Siti Yeni, Sri Kustinah

Senin, 11 April 2011

Sastra: Kekuasaan, Ideologi, dan Politik

SASTRA:  KEKUASAAN, IDEOLOGI DAN POLITIK1. Pengantar            Pembicaraan masalah "kekuasaan, ideologi, dan poli­tik" yang terjadi dalam kesusastraan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu (1) masalah kekuasaan, ideologi, dan politik yang berkaitan dengan pengarang, (2) masalah kekuasaan, ideologi, dan politik yang berkaitan dengan pem­baca, dan (3) masalah kekuasaan, ideologi, dan

resensi buku seni karawitan Laras Manis


Berikut merupakan resensi buku seni karawita berjudul Laras Manis yang ditulis oleh Suwardi Endraswara salah satu dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah Universitas Negeri Yogyakarta : resensi buku seni karawitan Laras Manis.pdf

Jumat, 08 April 2011

Pola Pengembangan Wacana

1. Pola Umum- Khusus (General-Partikular)
Pola susunan umum-khusus adalah wacana yang diungkapkan dengan pola pengembangan dari hal-hal atau kalimat yang bersifat umum diikuti kalimat-kalimat yang bersifat khusus. Dengan kata lain, pikiran utama bersifat umum diletakkan di awal wacana kemudian pikiran penjelas yang b ersifat khusus diletakkan di akhir wacana.
Pola pengembangan ini juga bersifat sebaliknya, yaitu khusus-umum. Pola ini meletakkan pernyataan-pernyataan khusus di awal wacana dan ditutup dengan pernyataan yang bersifat umum.
2. Pola Seluruh-Bagian (Whole-Part/Componen)
Pola susunan wacana ini mengedepankan sesuatu secara menyeluruh terlebih dahulu kemudian diikuti bagian-bagian dari keseluruhan tersebut. Dengan kata lain suatu objek disampaikan secara keseluruhannya terlebih dahulu kemudian diikuti penjelasan secara lebih mendalam terhadap bagian-bagian yang telah disampaikan.
Seorang pengguna bahasa kadang-kadang tidak menyampaikan seluruh informasi dengan menggunakan satu kalimat. Hal ini disebabkan keterbatasan bahasa si penutur dan pertimbangannya atas kemampuan penerima informasi. Dalam hal ini penutur menyampaikan secara bertahap.
3. Pola Latar-Subjek-Unsur (Set-Subject-Element)
Pola latar-subjek-unsur adalah pola wacana yang di dalamnya terdapat latar (waktu dan tempat peristiwa itu terjadi) dengan jelas, disertai dengan subjek atau pelaku, serta diikuti dengan unsur-unsur yang mendukung wacana tersebut.
4. Pola yang Mencakup-yang Tercakup (Including-Included)
Pola wacana ini mengedepankan bagian yang mencakupi suatu objek sebagai pikiran pokoknya. Pada bagian ini disampaikan hal-hal yang mencakupi atau yang menjadi inti dari suatu objek. Pada bagian selanjutnya diikuti pikiran penjelas yang berupa bagian yang dicakupi atau yang tercakup di dalam sesuatu yang telah dijelaskan pada bagian awal. Pola ini senada dengan pola umum khushs hanya saja lebih menonjolkan sesuatu objek.
5. Pola Besar-Kecil (Large-Small)
Selanggam dengan pola sebelumnya, pola besar-keci diawali diawali dengan pikiran utama yang bersifat lebih besar cakupannya/bidangnya/ukurannya. Setelah menyampaikan bagian tersebut diikuti dengan pikiran penjelas yang berupa hal-hal yang bersifat lebih kecil. Namun demikian, antar bagian tersebut bukan sesuatu yang saling bergantung/berkaitan sebagaimana dalam pola yang mencakup dan tercakup.
6. Pola Luas-Dalam (Outside-Inside)
Pola ini hampir mirip dengan pola mencakup-tercakup, hanya saja yang ditekankan bukan pada aspek keberkaitan/hubungan antarbagian melainkan lebih pada aspek keluasan topik. Pola ini diawali dengan pikiran utama yang bersifat luas dan menyeluruh. Setelah itu, barulah diikuti dengan pikiran-pikiran penjelas yang bersifat lebih dalam atau mengkhusus.
7. Pola yang Memiliki-yang dimiliki (Possessor-Possessed)
Pola ini berfokus pada sesuatu yang bersifat yang memiliki dan yang dimiliki. Dengan bahasa lain pikiran utamanya berupa hal-hal yang memiliki. Selanjutnya, diikuti dengan pikiran penjelas yang berupa hal-hal yang dimiliki oleh sesuatu yang telah disampaikan dalam pikiran utama.
8. Pola Sekuensi Temporal
Pola wacana ini dibuat berdasarkan urutan waktu atau kronologis. Wacana ini umumnya menggambarkan urutan terjadinya peristiwa, perbuatan atau tinakan.
9. Pola Sekuensi Spasial
Pola ini menekankan pada aspek spasial/ruang. Wacana dibuat berdasarkan urutan ruang/tempat. Pembaca atau pendengar diharapkan dapat membayangkan urutan dari satu titik ke titik yang lain atau dari suatu tempat ke tempat yang lain.

10. Pola Ekuivalensi-Kontras
Pola ini sering disebut dengan pola perbandingan dan pertentangan. Untuk memperjelas suatu paparan biasanya pengguna bahasa berusaha memperbandingan dengan melihat aspek-aspek kesamaan suatu objek dan mengontraskannya atau mempertentangkannya dengan sesuatuhal yang lain.
Suatu objek dipaparkan kesamaanya kemudian diikuti perbedaan-perbedaan. Hal ini dimaksudkan untuk menandaskan sesuatu. Hal-hal yang diperbandingkan dan dipertentangkan ini lazimnya hal-hal yang bersifat sepadan dan mencolok.
11. Pola Sebab-Akibat
Senada dengan pola yang lain, pola ini didahului dengan pikiran utama yang berupa hal-hal yang menjadi penyebab kemudian diikuti dengan pikiran penjelas yang berupa hal-hal yang menjadi akibat dari pikiran utama. Pola ini berlaku pula sebalinya. Artinya terdapat pula pola akibat-sebab.
Secara umum kesebelas pola ini tidak bersifat saling mengecualikan. Hal ini berarti bahwa sebuah pola wacana tidak serta-merta tidak dapat dipandang sebagai pola yang lain. Dalam arti mudahnya, sebuah wacana dikatakan memiliki pola A bukan berarti tidak dapat dikatakan memiliki pola pengembangan B atau yang lain.

NARIMA


NARIMA
Makna sesungguhnya narimabanyak mengarah ke ketenteraman hati kitabukan orang yang malas enggan bekerjamelainkan orang yang menerima apa pun bagiannya.Apa yang sudah ada di tangannya,dikerjakan dengan senang hati jua,tidak tamak, tidak serakah, dan tidak loba.
Narima yang sesungguhnya:tidak menginginkan milik orang diluar dirinya,tidak iri akan keberuntungan orang diluar dirinya,tetapi

RELA

RELA

Sejatinya yang disebut rela:
kesediaan hati untuk menyerahkan semua miliknya,
wewenang, dan semua buah perbuatannya kepada
Tuhan yang Mahakuasa, dengan tulus ikhlas, lila legawa.
Hal itu menyadari bahwa semuanya berada
di dalam Kekuasaan Tuhan yang Maha Esa,
oleh karenanya, harus dan wajib tiada
sesuatu pun yang membekas di hati kita.

Orang yang mempunyai watak rela
tidak sepantasnya

Pranatacara Midodareni

berikut merupakan teks wicara pranatacara upacara midodareni : Pranatacara Midodareni.pdf