Selasa, 23 November 2010

Kepala Baru Pusat Bahasa

Prof. Aminudin Aziz Pimpin Pusat Bahasa Kemendiknas RIPosted by andika on 11/21/10 • Categorized as Lain-LainProf. Dr. E. Aminudin Aziz, Jum’at (19/11), dilantik menjadi Kepala Pusat Bahasa, di Gedung A, Lantai 3, Kementrian Pendidikan Nasional RI, Jakarta. Pelantikan guru besar bidang linguistik UPI ini dilakukan langsung oleh Mendiknas, Profesor Muhamad Nuh. Karena tugas barunya itu,

Senin, 15 November 2010

Partikel dalam Bahasa Jawa

A. Pendahuluan
Partikel adalah kata tugas yang dilekatkan pada kata yang mendahuluinya (Anton M Moeliono, 1998:247). Kata tugas, sebagaimana kategori kata yang lain, juga merupakan kata leksikal; jadi, memiliki makna leksikal. Hanya, bedanya dengan kata leksikal yang lain yang telah dijelaskan di atas, kata tugas tidak mengacu pada substansi sebagaimana diacu oleh nomina, verba, adjektiva, pronomina, dan numeralia, melainkan mengacu pada hubungan antarsubstansi. Kenyataan semacam itu yang menuntun orang ke suatu kesan bahwa seakan-akan kata tugas bukan kata leksikal. Rumusan yang mengatakan bahwa kata tugas adalah kata kata yang tugasnya semata-mata memungkinkan kata lain berperanan dalam kalimat tepat untuk menunjukkan fakta yang mengenai kata tugas itu. Karena wataknya yang demikian itu wajarlah manakala kata tugas tidak pernah menduduki fungsi subjek, predikat, maupun objek secara mandiri. Kata itu hanya dapat menduduki fungsi-fungsi yang bersangkutan setelah bergabung dengan kata lain.
Partikel adalah kata yang biasanya tidak dapat diderivasikan atau diinfleksikan yang mengandung makna gramatikal dan tidak mengandung makna leksikal (Harimukti Kridalaksana,2001: 155). Partikel ada Tiga, yaitu
1. Partikel ingkar, yaitu bentuk yang dipakai untuk mengubah klausa menjadi klausa ingkar. Misalnya:
2. Partikel penegas, yaitu bentuk untuk mengungkapkan penegasan. Misalnya:
3. Partikel Tanya, yaitu partikel yang dipakai untuk menandai kalimat Tanya, misalnya:
Dalam buku Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Jawa (D. Edi Subroto, Soenardji, Sugiri, 1991: 43) menyebutkan Ciri-ciri umum kelas kata yang disebut partikel sebagai berikut.
1. Keanggotaannya terbatas dan merupakan kelas kata yang tertutup. Oleh karena merupakan kelas tertutup, keanggotaannya perlu didaftar.
2. Partikel tidak dapat dijadikan dasar atau alas bagi pembentukan kata lebih lanjut, kecuali dalam kasus transposisi.
3. Partikel pada umumnya tidak mempunyai arti leksis yang jelas. Arti partikel kebanyakan baru menjadi jelas apabila ditempatkan dalam konteks frasa atau kalimat.
4. Partikel tidak menjadi pusat (center) dalam konstruksi frasa endosentrik atributif atau tidak pernah menjadi sumbu (exis) dalam konstruksi frasa eksosentrik.

B. Pembahasan
Berdasarkan tugas semantisnya, partikel dapat dibedakan atas tiga kelompok, yaitu (1) partikel lunak, (2) partikel pelengkap, (3) partikel prioritas.
Partikel pelunak bertugas melunakkan isi klausa. Satuan kok dan mbok merupakan partikel jenis pelunak ini.
Perhatikan contoh berikut ini.
a). (Kok tegel-tegele, anak siji ditundhung
‘Betapa teganya, anak satu diusir’
b). Anakmu mbok ditukokake sepatu.
‘Anakmu belikanlah sepatu’
Pada (a) yang diperlunak isi berita, pada (b) yang diperlunak isi suruhan.
Partikel pelengkap bertugas melengkapkan isi tuturan dengan sikap yang pasti dari penuturnya: dapat pencabutan kembali apa yang telah diinformasikan, dapat penguatan kebenaran, dan dapat pula permintaan kepastian kepada mitra bicara. Satuan lingual dhing, je, lawong, ye, horo, anu, rek/thik, mak, pathing, nek/nak, dan ta merupakan partikel jenis pelengkap ini.
Berikut contohnya masing-masing.
c). wis telu, dhing, anake
d). Aku durung adus, dhing
e). Ora sido dhing
f). Adhiku je sing njupuk
g). Apa iya ye
h). Horo.. bakno kowe?
i). Nak anu ngene waelah..
j). Tak enteni neng ngarep, jebule mak jedhundhul neng mburiku!
k). Sing nata buku pathing dlasah dadi sajogan.
m). Sing tuku dudu aku rek/thik!
Partikel prioritas bertugas untuk menyatakan prioritas tindakan yang dilakukan oleh si penutur. Partikel ini berupa satuan lingual tak yang mengacu kepada niat si pembicara sendiri; jadi, partikel prioritas ini bersifat propositif. Berikut adalah contohnya.
n). Aku tak mangan dhisik.
o) Tak njupuk dhuwit saiki wae.
p). Tak jupuke dhuwite.
Partikel afektif adalah partikel yang benar-benar berkadar rasa atau yang dipakai sebagai pengungkap rasa pembicara( D. Edi Subroto, Soenardji, Sugiri dalam Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Jawa, 1991: 47). Partikel jenis ini terutama terdapat dalam pemakaian bahasa lisan sehari-hari yang bersifat dialog.
Beberapa partikel yang termasuk golongan ini adalah sebagai berikut.
q). “Lawong aku yo durung nggarap”
r). “Aku ora kok”.
s). “Aku durung entuk, Lho”
t). “Wah jan, bocah kae dadi muntabe wong tuwa tenan”
u). “Terus terang wae, kowe”
v). “we… genae kepiye?”
w). “Aku ki mau weruh adhimu”
x). “Ah, mung mengkono wae ra bisa!”
y). “O..ngerti aku saiki!”
z). “ wo, lha nyata-nyata sing kakung wis dianggep kaya dene wong kang setengah owah”
1). Aja isin-isin, ta!
2). Jebule kowe ta, sing tuku omah.
3). Kowe ta sing tuku sapi?
Menurut Yusako (2007) dalam http://www.yusako.com/2007/11/contoh-contoh-ungkapan-fatis-dalam.html partikel terbagi atas beberapa jenis di antaranya adalah:
a. Partikel yang berfungsi untuk memberi penegasan: kok, ta, rak, wong, ki, wah, ah, o, lha, ya, je, yagene. Contoh : Ora ki, Bu. ‘Tidak tuh, Bu.’ Ora ngandel ya uwis. ‘Tidak percaya ya sudah.’
b. Partikel yang berfungsi untuk menyatakan pertanyaan: kok, ta, rak, ya, yagene.
Contoh : Kepriye ta, dadi tukang rem kuwi? ‘Bagaimana sih menjadi tukang rem itu?’
Sepi ya dhik Pad, ana kene? ‘Disini sepi ya, Dik Pad?’
c. Partikel yang berfungsi menyatakan pemastian: rak, ta, kok, wah. Contoh : Iki mesthi kongkonanmu, rak iya ta? ‘Ini pasti suruhanmu, benarkan?’
Wong aku kok. ‘Saya kok’
d. Partikel yang menyatakan penyesalan: wah
Contoh : Wah jan, Bu Bei kuwi dadi wirange Pak Bei wae. ‘Wah benar-benar, Bu Bei itu menjadikan malu Pak Bei saja’
e. Partikel yang menyatakan keterkejutan/keheranan: lho, kok, wo, lha, kadingaren.
Contoh : Lo dadi kowe wuta sastra Jawa, ta? ‘Oh, jadi kamu itu buta sastra Jawa!”
f. Partikel yang menyatakan ucapan selamat: sugeng
Contoh : Sugeng enjing dik Tuti. ‘Selamat pagi, dik Tuti.’
g. Partikel yang menyatakan ucapan terima kasih: matur nuwun
Contoh : Matur nuwun sampun dipun tampi wonten mriki. ‘‘Terima kasih saya sudah diterima di sini.’
h. Partikel yang dipakai untuk memberi salam: kula nuwun.
Contoh : Kula nuwun, punapa bapak wonten? ‘Permisi, apakah bapak ada?’

C. Kesimpulan
Partikel adalah segolongan kecil dari kata. Sedangkan dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa oleh D. Edi Subroto dkk membagi partikel menjadi 3 golongan, yaitu (1) partikel pelengkap, (2) partikel pelunak, dan (3) partikel prioritas.
Adapun pendapat lain menyatakan, partikel ada yang berjenis partikel afektif. Partikel afektif adalah partikel yang benar-benar berkadar rasa atau yang dipakai sebagai pengungkap rasa pembicara (D. Edi Subroto, Soenardji, Sugiri, 1991: 47) dalam Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Jawa. Partikel afektif ini contohnya seperti: kok, lho, wah, e, ta, ki, wo, dan lain-lainnya.

D. Daftar Pustaka
Anton M. Moeliono. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta.

Edi Subroto. 1991. Tata Bahasa Baku Deskriptif Bahasa Jawa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta.

Edi Subroto. 1992. Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa. Duta Wacana University Press.

Harimurti Kridalaksana. 2001. Kamus Linguistik. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

Yusako. 2007. Contoh-contoh Ungkapan Fatis dalam Bahasa Jawa. Tersaji dalam http://www.yusako.com/2007/11/contoh-contoh-ungkapan-fatis-dalam.html diakses pada tanggal 18 Oktober 2010 pukul 19.30

Partikel dalam Bahasa Jawa

A. Pendahuluan
Partikel adalah kata tugas yang dilekatkan pada kata yang mendahuluinya (Anton M Moeliono, 1998:247). Kata tugas, sebagaimana kategori kata yang lain, juga merupakan kata leksikal; jadi, memiliki makna leksikal. Hanya, bedanya dengan kata leksikal yang lain yang telah dijelaskan di atas, kata tugas tidak mengacu pada substansi sebagaimana diacu oleh nomina, verba, adjektiva, pronomina, dan numeralia, melainkan mengacu pada hubungan antarsubstansi. Kenyataan semacam itu yang menuntun orang ke suatu kesan bahwa seakan-akan kata tugas bukan kata leksikal. Rumusan yang mengatakan bahwa kata tugas adalah kata kata yang tugasnya semata-mata memungkinkan kata lain berperanan dalam kalimat tepat untuk menunjukkan fakta yang mengenai kata tugas itu. Karena wataknya yang demikian itu wajarlah manakala kata tugas tidak pernah menduduki fungsi subjek, predikat, maupun objek secara mandiri. Kata itu hanya dapat menduduki fungsi-fungsi yang bersangkutan setelah bergabung dengan kata lain.
Partikel adalah kata yang biasanya tidak dapat diderivasikan atau diinfleksikan yang mengandung makna gramatikal dan tidak mengandung makna leksikal (Harimukti Kridalaksana,2001: 155). Partikel ada Tiga, yaitu
1. Partikel ingkar, yaitu bentuk yang dipakai untuk mengubah klausa menjadi klausa ingkar. Misalnya:
2. Partikel penegas, yaitu bentuk untuk mengungkapkan penegasan. Misalnya:
3. Partikel Tanya, yaitu partikel yang dipakai untuk menandai kalimat Tanya, misalnya:
Dalam buku Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Jawa (D. Edi Subroto, Soenardji, Sugiri, 1991: 43) menyebutkan Ciri-ciri umum kelas kata yang disebut partikel sebagai berikut.
1. Keanggotaannya terbatas dan merupakan kelas kata yang tertutup. Oleh karena merupakan kelas tertutup, keanggotaannya perlu didaftar.
2. Partikel tidak dapat dijadikan dasar atau alas bagi pembentukan kata lebih lanjut, kecuali dalam kasus transposisi.
3. Partikel pada umumnya tidak mempunyai arti leksis yang jelas. Arti partikel kebanyakan baru menjadi jelas apabila ditempatkan dalam konteks frasa atau kalimat.
4. Partikel tidak menjadi pusat (center) dalam konstruksi frasa endosentrik atributif atau tidak pernah menjadi sumbu (exis) dalam konstruksi frasa eksosentrik.

B. Pembahasan
Berdasarkan tugas semantisnya, partikel dapat dibedakan atas tiga kelompok, yaitu (1) partikel lunak, (2) partikel pelengkap, (3) partikel prioritas.
Partikel pelunak bertugas melunakkan isi klausa. Satuan kok dan mbok merupakan partikel jenis pelunak ini.
Perhatikan contoh berikut ini.
a). (Kok tegel-tegele, anak siji ditundhung
‘Betapa teganya, anak satu diusir’
b). Anakmu mbok ditukokake sepatu.
‘Anakmu belikanlah sepatu’
Pada (a) yang diperlunak isi berita, pada (b) yang diperlunak isi suruhan.
Partikel pelengkap bertugas melengkapkan isi tuturan dengan sikap yang pasti dari penuturnya: dapat pencabutan kembali apa yang telah diinformasikan, dapat penguatan kebenaran, dan dapat pula permintaan kepastian kepada mitra bicara. Satuan lingual dhing, je, lawong, ye, horo, anu, rek/thik, mak, pathing, nek/nak, dan ta merupakan partikel jenis pelengkap ini.
Berikut contohnya masing-masing.
c). wis telu, dhing, anake
d). Aku durung adus, dhing
e). Ora sido dhing
f). Adhiku je sing njupuk
g). Apa iya ye
h). Horo.. bakno kowe?
i). Nak anu ngene waelah..
j). Tak enteni neng ngarep, jebule mak jedhundhul neng mburiku!
k). Sing nata buku pathing dlasah dadi sajogan.
m). Sing tuku dudu aku rek/thik!
Partikel prioritas bertugas untuk menyatakan prioritas tindakan yang dilakukan oleh si penutur. Partikel ini berupa satuan lingual tak yang mengacu kepada niat si pembicara sendiri; jadi, partikel prioritas ini bersifat propositif. Berikut adalah contohnya.
n). Aku tak mangan dhisik.
o) Tak njupuk dhuwit saiki wae.
p). Tak jupuke dhuwite.
Partikel afektif adalah partikel yang benar-benar berkadar rasa atau yang dipakai sebagai pengungkap rasa pembicara( D. Edi Subroto, Soenardji, Sugiri dalam Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Jawa, 1991: 47). Partikel jenis ini terutama terdapat dalam pemakaian bahasa lisan sehari-hari yang bersifat dialog.
Beberapa partikel yang termasuk golongan ini adalah sebagai berikut.
q). “Lawong aku yo durung nggarap”
r). “Aku ora kok”.
s). “Aku durung entuk, Lho”
t). “Wah jan, bocah kae dadi muntabe wong tuwa tenan”
u). “Terus terang wae, kowe”
v). “we… genae kepiye?”
w). “Aku ki mau weruh adhimu”
x). “Ah, mung mengkono wae ra bisa!”
y). “O..ngerti aku saiki!”
z). “ wo, lha nyata-nyata sing kakung wis dianggep kaya dene wong kang setengah owah”
1). Aja isin-isin, ta!
2). Jebule kowe ta, sing tuku omah.
3). Kowe ta sing tuku sapi?
Menurut Yusako (2007) dalam http://www.yusako.com/2007/11/contoh-contoh-ungkapan-fatis-dalam.html partikel terbagi atas beberapa jenis di antaranya adalah:
a. Partikel yang berfungsi untuk memberi penegasan: kok, ta, rak, wong, ki, wah, ah, o, lha, ya, je, yagene. Contoh : Ora ki, Bu. ‘Tidak tuh, Bu.’ Ora ngandel ya uwis. ‘Tidak percaya ya sudah.’
b. Partikel yang berfungsi untuk menyatakan pertanyaan: kok, ta, rak, ya, yagene.
Contoh : Kepriye ta, dadi tukang rem kuwi? ‘Bagaimana sih menjadi tukang rem itu?’
Sepi ya dhik Pad, ana kene? ‘Disini sepi ya, Dik Pad?’
c. Partikel yang berfungsi menyatakan pemastian: rak, ta, kok, wah. Contoh : Iki mesthi kongkonanmu, rak iya ta? ‘Ini pasti suruhanmu, benarkan?’
Wong aku kok. ‘Saya kok’
d. Partikel yang menyatakan penyesalan: wah
Contoh : Wah jan, Bu Bei kuwi dadi wirange Pak Bei wae. ‘Wah benar-benar, Bu Bei itu menjadikan malu Pak Bei saja’
e. Partikel yang menyatakan keterkejutan/keheranan: lho, kok, wo, lha, kadingaren.
Contoh : Lo dadi kowe wuta sastra Jawa, ta? ‘Oh, jadi kamu itu buta sastra Jawa!”
f. Partikel yang menyatakan ucapan selamat: sugeng
Contoh : Sugeng enjing dik Tuti. ‘Selamat pagi, dik Tuti.’
g. Partikel yang menyatakan ucapan terima kasih: matur nuwun
Contoh : Matur nuwun sampun dipun tampi wonten mriki. ‘‘Terima kasih saya sudah diterima di sini.’
h. Partikel yang dipakai untuk memberi salam: kula nuwun.
Contoh : Kula nuwun, punapa bapak wonten? ‘Permisi, apakah bapak ada?’

C. Kesimpulan
Partikel adalah segolongan kecil dari kata. Sedangkan dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa oleh D. Edi Subroto dkk membagi partikel menjadi 3 golongan, yaitu (1) partikel pelengkap, (2) partikel pelunak, dan (3) partikel prioritas.
Adapun pendapat lain menyatakan, partikel ada yang berjenis partikel afektif. Partikel afektif adalah partikel yang benar-benar berkadar rasa atau yang dipakai sebagai pengungkap rasa pembicara (D. Edi Subroto, Soenardji, Sugiri, 1991: 47) dalam Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Jawa. Partikel afektif ini contohnya seperti: kok, lho, wah, e, ta, ki, wo, dan lain-lainnya.

D. Daftar Pustaka
Anton M. Moeliono. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta.

Edi Subroto. 1991. Tata Bahasa Baku Deskriptif Bahasa Jawa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta.

Edi Subroto. 1992. Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa. Duta Wacana University Press.

Harimurti Kridalaksana. 2001. Kamus Linguistik. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

Yusako. 2007. Contoh-contoh Ungkapan Fatis dalam Bahasa Jawa. Tersaji dalam http://www.yusako.com/2007/11/contoh-contoh-ungkapan-fatis-dalam.html diakses pada tanggal 18 Oktober 2010 pukul 19.30

Jumat, 05 November 2010

Komentar atas De Winst

(Komentarku untuk Mas Jokowi, silakan di edit)

Tetralogi Novel De Wints karya Afifah Afra ini sungguh menarik untuk dijadikan sebagai materi ajar khususnya dalam pembelajaran apresiasi sastra-dalam hal ini prosa- karena ada beberapa aspek yang dapat memperkuat alasan kelayakan novel ini. Jika dilihat dalam silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2006, pembelajaran apresiasi sastra khususnya novel terdapat pada kelas XI semester satu dan kelas XII semester satu.
Menilik hal tersebut, sungguh sangat dibutuhkan sebuah novel yang dapat dijadikan bahan ajar namun kompleks dengan kebermanfaatannya. Hal ini didasarkan pada sebuah tujuan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia pada umumnya adalah dapat memberikan pengalaman bagi siswa untuk dapat melakukan komunikasi berbahasa dengan baik. Untuk menjawab hal itu, novel De Wints dapat dijadikan sebagai salah satu bahan ajar pembelajaran apresiasi sastra. Beberapa alasan yang memperkuat kelayakan novel ini dijadikan sebagai bahan ajar, di antaranya:
1. Novel ini dekat dengan siswa karena novel ini tak lepas dari lingkaran roman percintaan yang memang merupakan tema sangat menarik bagi siswa.
2. Sungguh pun demikian, novel ini sangat kaya akan nuansa patriotis, romantis, dan ideologis bercampur menjadi satu. Kompleksitas isi dan amanat ini membuat novel ini layak sebagai bahan ajar jika dikaitkan dengan jiwa kebangsaan.
3. Melalui novel ini pulalah siswa dapat memiliki gambaran bagaimana semangat juang, keadaan dan sejarah bangsa Indonesia pada masa itu. Sungguh pun novel ini bertema drama percintaan, namun apik sekali Afifah Afra dalam pengemasan latar cerita ini sehingga seolah-olah mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Ada yang beranggapan novel ini dapat pula dikategorikan sebagai novel sejarah.
4. Dalam segi apresiasi struktural, novel ini dapat menyajikan kompleksitas unsur-unsur intrinsiknya.
5. Novel ini dapat dikatakan sebagi novel pembangun jiwa, sehingga idealitas siswa dalam segi percintaan maupun kebangsaan secara tidak langsung tertanam dalam diri siswa jika novel ini dijadikan bahan ajar.
6. Sudah banyak novel yang dijadikan oleh guru sebagai bahan ajar, namun pada umumnya masih terbatas pada novel yang ada pada buku pelajaran dan lazimnya karya sastra angkatan lama. Novel ini dapat dijadikan alternatif novel kategori angkatan baru yang cukup ideal untuk dijadikan bahan ajar pembelajaran bahasa Indonesia.
7. Melalui novel ini pula siswa dapat memperkaya kosakata dan istilah karena di dalam novel ini sering digunakan banyak istilah-istilah tertentu yang jarang ditemui siswa dalam novel lain.
8. Melalui novel ini pulalah siswa dapat mengenal fenomena kebudayaan orang-orang dalam keraton pada masa feodalis, masyarakat Indonesia pada masa penjajahan dan pabrik tebu.
Akhirnya, saya –sebatas kapasitas sebagai guru Bahasa Indonesia SMA- memberikan simpulan dan rekomendasi berkait penggunaan novel ini sebagai bahan ajar pembelajaran bahasa Indonesia untuk siswa SMA. Buku ini sangat layak sebagai bahan ajar pembelajaran apresiasi prosa fiksi untuk siswa SMA. Melalui novel ini pembelajaran apresiasi sastra dapat lebih aktual, factual, kreatif, inovatif dan bagaikan pedang bermata dua, selain untuk pembalajaran sastra novel ini dapat digunakan untuk pembangun sikap atau kejiwaan siswa.

Senin, 01 November 2010

Pelestari Karungut

Syaer Sua, Hidupkan Huma Betang Budaya















SYAER SUA. (KOMPAS/M SYAIFULLAH)*** 
Syaer Sua, Hidupkan Huma Betang BudayaOleh M Syaifullah dan Defri Werdiono”Cita-cita saya hanya satu. Jangan sampai adat budaya Dayak ditinggalkan. Saya lihat adat budaya kita makin tenggelam, lama-kelamaan nanti tinggal menjadi legenda.” Kata-kata itu diucapkan Syaer Sua, seniman Dayak Ngaju, saat

BETANG BINTANG PATENDU

Karungut Kal-Teng Membangun (karungut modern)