Kamis, 30 September 2010

Paragraf yang Baik

Paragraf yang Baik
Acapkali kita terlibat pada aktivitas menulis. Seorang pelajar, jurnalistik, pegawai bahkan pekerjaan di segala bidang tidak akan terlepas dari aktivitas menulis. Tidak dapat dimungkiri bahwa menulis merupakan aktivitas kebahasaan yang paling kompleks. Menulis melibatkan aspek kebahasaan yang lain, yaitu menyimak, berbicara dan membaca. Tanpa hal itu, tentu kualitas tulisan kita patut dipertanyakan.
Mengingat sebuah judul “Mengarang itu Gampang” tulisan Arswendo Atmowiloto, sebenarnya sebuah hal yang paradoksal. Arswendo memberikan gambaran agar kita gemar menulis dan tidak menganggap menulis itu sebuah aktivitas yang susah dan memberatkan. Namun demikian, perlu diperhatikan pula produk tulisan kita. Hal ini penting karena banyak di antara kita masih belum paham mengenai konsep paragarf sebagai bentuk awal dari sebuah tulisan.
Paragraf sama artinya dengan alinea (Dirgo Sabariyanto, 1999: 29). Paragraf atau alinea diartikan sebagai rangkaian/sekumpulan kalimat yang saling berhubungan dan membentuk satu kesatuan pokok pembahasan. Paragraf merupakan satuan bahasa yang lebih besar daripada kalimat (Kosasih, 2007: 135). Menilik dari pengertian ini, ada dua aspek penting yang perlu diperhatikan. Pertama adalah sekumpulan kalimat dan yang kedua adalah kesatuan gagasan. Setakat ini kita masih banyak menjumpai paragraf yang kurang baik. Dikatakan kurang baik karena paragraf yang dibuat ada yang hanya satu kalimat dan bahkan tidak membentuk kesatuan gagasan.
Kembali pada pengertian tadi, kata sekumpulan tentu paragraf terbentuk dari beberapa kalimat. Tidaklah mungkin paragraf hanya terdiri dari satu kalimat. Jika hanya satu kalimat berarti paragraf tersebut kurang sempurna. Kita tidak bisa membedakan mana kalimat utama dan kalimat penjelas. Paragraf yang baik tentu terbentuk dari minimal dua kalimat yang berperan sebagai kalimat utama dan kalimat penjelas, atau keduanya adalah kalimat utama.
Aspek lain adalah kesatuan gagasan. Masih banyak paragraf yang dibuat tidak memperhatikan aspek ini. Pembuatan paragraf hanya didasarkan pada asas kepatutan, sekiranya sudah patut dan cukup kemudian berganti paragraf. Sehingga, tidak memperhatikan makna dan kebenaran konsep paragraf yang baik. Padahal menulis tidak ubahnya seperti kita berbicara. Jika tulisan kita baik, tentu akan mudah dipahami oleh orang lain yang membacanya.
Untuk membentuk kesatuan gagasan dibutuhkan syarat kohesi dan koherensi dalam paragraf. Kohesi adalah pertautan bentuk sedangkan koherensi adalah pertautan makna. Kohesi merujuk pada keterkaitan hubungan antarproposisi yang secara eksplisit diungkapkan oleh kalimat-kalimat yang digunakan. Adapun koherensi juga mengaitkan dua proposisi atau lebih, tetapi di antara proposisi itu tidak secara eksplisit (Hasan Alwi, 2008: 41). Kohesi ditunjukkan dengan hubungan eksplisit yang ditandai dengan peranti kohesi seperti konjungsi, pengulangan kata kunci atau peranti yang lain. Koherensi sebagai taut makna ditandai dengan kesatuan bahasan. Dalam hal ini tidak dinyatakan secara eksplisit sebagaimana kohesi.
Selain kasus paragraf dengan satu kaliamt, terdapat kasus paragraf yang masih kurang baik, yaitu paragraf yang kohesi tetapi tidak koheren atau sebaliknya paragraf yang koheren tetapi tidak kohesi. Dengan demikian paragraf yang baik adalah paragraf yang minimal terbentuk dari dua kalimat dan memiliki hubungan kohesi dan koherensi yang baik. Selamat mencoba menulis dengan paragraf yang baik, mudah dipahami dan enak untuk dibaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar