Senin, 27 Desember 2010

Tatatulis Afiks Serapan

(Pernah dimuat di SOLOPOS)

Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang sangat terbuka di dalam menyerap unsur asing menjadi bahasa Indonesia. Penyerapan unsur/kata asing ini disebabkan bahasa Indonesia mengalami kesulitan di dalam mencari padanan artinya dalam bahasa Indonesia. Sungguh pun demikian unsur/kata atau bahkan istilah yang telah diserap tersebut secara otomatis menjadi warga bahasa Indonesia dan tidak lagi menjadi bahasa asalnya. Hanya saja mungkin ada sedikit penyesuaian ejaan.
Unsur serapan yang menarik untuk dikaji adalah afiks atau imbuhan. Setakat ini masih banyak di antara pengguna bahasa Indonesia –dalam hal ini ragam tulis- belum banyak yang mengerti kaidah penulisannya yang benar. Sering kita jumpai penulisan afiks serapan tersebut ditulis secara terpisah dari kata yang dilekatinya.
Afiks serapan yang sering disalahtuliskan diantaranya adalah pra-, adi-, antar-, ekstra-, eks-, non-, kontra-, pro-, kontra-, pasca-, semi-, sub-, tuna-, dan supra-. Afiks ini didominasi oleh prefiks/awalan. Kekeliruan tersebut adalah penulisannya yang terpisah dari kata yang dilekatinya. Sebagai contoh pada beberapa tulisan baik di surat kabar maupun tulisan lain adalah pasca sarjana (baca: pasca bukan paska), adi kuasa, eks bupati, pro pemerintah supra natural, antar kota, non muslim, semi formal, sub dinas, dan sebagainya.
Kekeliruan ini disebabkan oleh berbagai banyak faktor, diantaranya adalah ketidakmengertian pengguna bahasa itu sendiri, lupa dengan kaidah atau yang paling parah adalah karena unsur kesengajaan. Perlu sebuah sosialisasi khusus berkait dengan hal ini sehingga penulisan afiks serapan tersebut tidak hanya disandarkan pada asas kepatutan atau kebiasaan. Kepatutan/kebiasaan dipisah karena dianggap sebagai sebuah kata yang berdiri sendiri.
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana penulisan yang benar? Untuk menjawab hal tersebut pada hakikat sangatlah mudah. Jika kita mengingat asal unsur ini sebagai sebuah afiks atau imbuhan tentu unsur ini tidak dapat bendiri sendiri selayaknya kata. Afiks tersebut haruslah ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya atau yang dilekatinya. Penulisan yang betul tentulah pascasarjana, adikuasa, eksbupati, propemerintah supranatural, antarkota, nonmuslim, semiformal, subdinas.
Terlihat janggal memang bagi yang belum terbiasa karena dari awal beranggapan bahwa afiks tersebut selayaknya sebuah kata yang seharusnya berdiri sendiri. Namun perlu diingat sekali lagi bahwa unsur tersebut adalah afiks. Bandingkan dengan afiks asli bahasa Indonesia, seperti me-, ber-, ter- dan lain-lain. Tentu tidaklah pernah kita menuliskannya menjadi me makan, ber dandan, atau ter tutup bukan?
Namun perlu disampaikan pula bahwa afiks tersebut memang kadang ditulis secara terpisah dengan kata yang dilekatinya. Hal ini terjadi apabila afiks tersebut bergabung dengan kata yang diawali dengan huruf kapital (lihat kaidah penggunaan huruf kapital). Hal itu pun penulisannya tetap harus diselipi dengan tanda penghubung (-). Sebagai contoh, eks-Keresidenan Surakarta, pro-Malaysia, non-Islam dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar