Kamis, 12 Mei 2011

Sinergitas antara Pemerintah dan Masyarakat dalam Kerangka Keselamatan Berkendara

Setakat ini kecelakaan lalu lintas menjadi perhatian yang cukup penting bagi Pemerintah dan masyarakat. Angka kecelakaan yang cukup tinggi menyebabkan Pemerintah dan masyarakat harus waspada untuk mengantisipasi dan menekan angka kecelakaan tersebut.

Mencermati data statistik dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dalam Konferensi Akhir Tahun 2010 lalu sungguh membelalakkan mata. Berdasarkan data tersebut ternyata tren kecelakaan lalu lintas selama tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 membentuk kurva terbalik. Hal ini berarti secara umum tren kecelakaan mengalami penurunan. Tahun 2007 hingga tahun 2009 mengalami kenaikan namun tahun 2009 hingga tahun 2010 mengalami penurunan.

Namun demikian hal yang patut dicermati adalah besarnya angka kecelakaan dalam skala Nasional masih cukup tinggi walaupun sudah mengalami penurunan, yakni sekitar 47.261 kecelakaan. Angka ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan angka kecelakaan moda transportasi lainnya. Data KNKT memaparkan bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan kecelakaan yang terbesar dibandingkan moda transportasi lain. Kasus kecelakaan angkutan laut, hanya sekitar 525 kejadian dalam empat tahun terakhir, sedangkan lalu lintas jalan mencapai sekitar 218.257 kejadian sebagaimana yang dikutip Edo Rusyanto (2010) dalam http://edorusyanto.wordpress.com/2010/12/31/tren-kecelakaan-menurun/. Hal ini akan semakin tampak jika dibandingkan dengan kecelakaan transportasi yang kereta api dan angkutan udara. Angka kecelakaan kereta api terjadi sekitar 375 kasus sedangkan angkutan udara hanya 212 kasus dalam empat tahun terakhir. Hal ini sangat logis karena sebagian besar aktivitas manusia berada di daratan dan moda transportasi yang paling banyak digunakan adalah lalu lintas jalan. Jumlah sepeda motor pun setiap harinya diproduksi dalam angka yang cukup besar pula.

Dalam skala yang lebih besar kecelakaan lalu lintas jalan tak kurang dari 1,2 juta jiwa melayang di jalan raya berdasarkan data Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) pada tahun 2009. PBB juga menyebut, sekitar 87,2% kecelakaan itu terjadi di negara berkembang. Data yang tak jauh berbeda juga disodorkan Lembaga Keselamatan jalan raya Amerika Serikat (NHTSA) sebagaimana yang dilansir oleh Tempo Interaktif, Jakarta. Angka lebih ekstrem dipaparkan oleh Ketua Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Joewono Soemarjito yang menyatakan angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas secara nasional tahun 2008-2010 mencapai 8,5 orang per 100.000 jiwa meninggal setiap hari. Sungguh angka yang sangat fantastis dan patut menjadi ancaman bagi para pengguna jalan.
Kita tidak cukup sebatas mengagumi dan berkontemplasi dalam memahami kenyataan ini. Saatnya bagi kita bertindak untuk keselamatan jiwa kita. Kita patut bertanya sebenarnya apakah penyebab besarnya angka kecelakaan ini. Hal ini menjadi sangat penting karena untuk mengantisipasi suatu persoalan kita harus bersandarkan pada aspek penyebabnya. Hukum kausalitas patut dijadikan acuan dalam mengatasainya. Suatu hal yang mustahil mengobati suatu penyakit tanpa mendiagnosis penyebab dan jenis penyakitnya.

Jika menilik data yang disampaikan KNKT, faktor penyebab kecelakaan terbesar tahun 2007-2010 berada pada sumber daya manusia, yaitu mencapai 69% dan faktor kedua adalah faktor sarana sekitar 19% sisanya adalah prasarana dan lingkungan. Selanggam dengan hal tersebut, NHTSA sebagaimana yang dilansir dalam nhtsa.gov setidaknya ada enam penyebab yang paling sering memicu terjadinya kecelakan lalu lintas. Empat diantaranya berkait dengan manusia. Sekitar 55% kecelakaan terjadi akibat pengemudi kehilangan konsentrasi. Hal ini kemungkinan disebabkan pengendara menggunakan telepon genggam atau beralih pandangan pada sesuatu yang menarik perhatian. Faktor kedua adalah pengendara mengalami kelelahan dan mengantuk yang mencapai 45% menjadi pemicu kecelakaan. Sekitar 30% kecelakaan terjadi akibat kecepatan yang melampaui batas yang diizinkan. Pengendara pada umunya tidak memperhatikan rambu-rambu lalu lintas yang ada.

Aspek nonhuman juga dapat menjadi pemicu kecelakaan lalu lintas. Faktor tersebut adalah cuaca. Cuaca hujan deras, angin ribut, berkabut, hingga udara kering yang menyebabkan jalanan berdebu juga tercatat sebagai penyebab kecelakaan. Persentasenya mencapai 13%. Faktor berikutnya adalah komponen kendaraan yang tidak beres acapkali juga menyebabkan kecelakaan. Faktor ini dapat mencapai 10% hingga 14%.
Berdasarkan kedua data tersebut, penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas jalan setidaknya tercakup dalam tiga bagian besar. Penyebab pertama dan utama adalah sumber daya manusia itu sendiri. Faktor kedua adalah sarana dan prasarana. Faktor terakhir adalah lingkungan.

Faktor manusia menjadi bagian terpenting karena justru karena kelalaian manusialah yang menyebabkan kecelakaan itu sendiri. Selaras dengan hal itu, manusia sering kehilangan fokus saat berkendara, kehilangan kesadaran karena pengaruh minuman keras atau narkoba, tidak memperhatikan rambu-rambu lalu lintas, mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi dan lain-lain secara sadar atau tidak menjadi pemicu terbesar kecelakaan lalu lintas. Faktor sarana dan prasarana meliputi kondisi jalan yang tidak baik, sistem regulasi yang tidak mewadahi atau belum ditegakkan dengan sebagaimana mestinya, dan kurang berfungsinya marka jalan, lampu pengatur lalu lintas, dan lain-lain. Faktor katiga yang tidak kalah pentingnya adalah faktor lingkungan yang meliputi cuaca. Cuaca yang buruk dan tidak mendukung dapat pula menyebabkan kecelakaan.

Sungguh pun demikian, ketiga faktor tersebut tidak bersifat nonmutually exclusive (saling mengecualikan). Artinya adalah suatu kecelakaan tidak bisa dikatakan hanya disebabkan salah satu faktor tersebut. Suatu kecelakaan dapat terjadi karena dua atau tiga faktor sekaligus. Selain itu, seseorang yang sudah berhati-hati sekalipun tidak serta merta selamat dari kecelakaan jika kondisi jalan tidak mendukung. Demikian pula sebaliknya kondisi jalan yang baik tanpa didukung dengan manusia yang santun dalam berkendara juga tentu tidak dapat luput dari kecelakaan. Apalagi jika ketiga faktor tidak mendukung tentu angka kecelakaan akan semakin meningkat.
Kemudian apakah Pemerintah sudah mengantisipasi hal tersebut? Sebuah kalimat yang cukup retoris. Pada hakikatnya sudah lahir satu regulasi yang telah diberlakukan sejak tahun 2010 yakni Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan. Namun demikian, sebuah gejala paradoksal justru muncul seiring dengan diberlakukannya undang-undang tersebut. Seolah banyak pengendara yang tidak tahu (kurang tahu) dan mencuaikan undang-undang ini. Banyak pelanggaran yang terjadi terhadap undang-undang ini. Beberapa pasal perlu dikritisi dan ditilik kembali keefektivannya.

Beberapa pasal yang patut ditelaah kembali diantaranya, Pasal 107 ayat 2 yang mengatur tentang penyalaan lampu utama pada siang hari belum tampak efektivitasnya. Di lain pihak banyak pengguna yang tidak mematuhi peraturan ini. Padahal jelas sekali hukumannya. Demikian pasal 106 ayat 8 yang mewajibkan pengendara menggunakan helm Standar Nasional Indonesia yang belum banyak ditaati. Selain kedua pasal tersebut, sebenarnya masih banyak pasal yang belum dapat dilaksanakan dengan baik.
Pada hakikatnya, undang-undang tersebut sudah cukup ideal untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas khususnya pada bagian keempat tentang tata cara berlalu lintas yang terdiri dari sembilan paragraf mulai pasal 105 sampai dengan 126. Namun demikian sebagaimana yang telah dijelaskan di atas belum cukup efektif untuk mengatasi permasalahan yang ada.

Bertolak pada ketiga faktor penyebab yang telah dipaparkan di atas, tentu ada tiga jalan pemecahan untuk menekan angka kecelakaan jalan raya. Pertama, pemecahan masalah berada dalam diri manusia karena kita tidak dapat memungkiri bahwa penyebab utama kecelakaan adalah manusia itu sendiri. Sadarilah akan arti pentingnya keselamatan diri sendiri dan orang lain. Jangan sekali-kali kita berpikir bahwa keselamatan di jalan hanyalah untuk diri kita. Tidak jarang kita melihat orang yang sudah berkendara dengan hati-hati menjadi korban pengendara lain yang tidak hati-hati. Hal ini berarti keselamatan orang lain pada hakikatnya adalah keselamatan diri kita sendiri. Marilah kita selalu menjaga diri kita selama berkendara di jalan. Caranya adalah kita berangkat dari individu masing-masing untuk menumbuhkan kesadaran berlalu lintas. Andai saja setiap individu berpikir demikian ibarat lilin yang menerangi kegelapan, semakin banyak lilin tentu semakin teranglah ruangan gelan itu. Dengan demikian, semakin berkuranglah angka kecelakaan di jalan.
Kedua, secara bersama-sama antara Pemerintah dan masyarakat harus bersinergi membenahi sarana dan prasarana yang ada. Kondisi jalan diperbaiki sedemikian rupa, mengontrol kondisi fisik kendaraan sebelum melakukan perjalanan, menegakkan dan membenahi sistem regulasi yang telah ada, menaati segala peraturan dan lain-lain.
Ketiga, memperhatikan cuaca saat berkendara. Kurangi kecepatan saat jarak pandangan mata berkurang akibat cuaca yang memburuk. Sadarilah bahwa cuaca sangat berpotensi menimbulkan kecelakaan lalu lintas sekalipun kita sudah cukup berhati-hati dan bahkan kondisi kendaraan atau jalan superbaik. Jika perlu hindarilah bepergian pada saat kondisi cuaca tidak mendukung.

Pada akhirnya, sebenarnya kecelakaan jalan hanya dapat ditekan dengan satu frasa yaitu kebersamaan dalam menjaga keselamatan diri dan orang lain. Betapapun hebatnya perundang-undangan dan sarana yang memadai jika tidak diikuti dengan kesepakatan bersama untuk menjaga keselamatan jiwa tentu selamat di jalan mustahil diraih. Keselamatan di jalan hanyalah ide kosong belaka. Saatnya kita bertindak secara integral dan holistik dalam memerangi kecelakaan di jalan. Untuk itulah sadari, yakini, lakukan dan tebarkan konsep kesadaran berlalu lintas demi terwujudnya kelamatan bersama di jalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar